INTERNASIONAL, Smart24Update.com – Kekerasan di kawasan Arab terus berlanjut. Serangan dari Israel terhadap Gaza dan Lebanon masih berlangsung, sementara Hizbullah dan beberapa kelompok proksi perlawanan di Timur Tengah tetap melakukan pembalasan.
Pada akhir pekan lalu, Hizbullah meningkatkan serangan mereka terhadap Israel di tengah serangan rudal yang dilancarkan oleh pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu ke Beirut, Lebanon. Pada hari Sabtu, kelompok bersenjata ini dilaporkan menembakkan lebih dari 80 roket ke arah utara Israel.
Di sisi lain, sumber keamanan di Lebanon melaporkan bahwa juru bicara Hizbullah, Mohammed Afif, tewas akibat serangan Israel pada hari Minggu di pusat kota Beirut. Analisis terbaru juga menunjukkan bahwa konflik ini mungkin akan meluas ke negara baru, yakni Irak.
“Hingga pukul 23.30, sekitar 80 proyektil telah ditembakkan oleh Hizbullah,” ungkap militer Israel, sebagaimana dilaporkan oleh AFP.
“Serangan ini berasal dari Lebanon menuju Israel,” tambah mereka.
Salah satu roket dilaporkan mencapai kota Haifa, yang juga mengenai sebuah sinagoge dan mengakibatkan dua orang tewas.
Menurut laporan dari JFeed, sinagoge yang terkena serangan terletak di wilayah Carmel. Sebuah mobil terbakar, dan pemadaman listrik terjadi di sekitarnya.
“Beberapa individu mengalami luka ringan, sementara yang lainnya mengalami syok,” tulis laporan tersebut.
Ini merupakan insiden kedua di wilayah Haifa pada hari yang sama, di tengah ketegangan yang meningkat di sepanjang perbatasan Lebanon.
Di hari sebelumnya, Hizbullah juga menyerang wilayah Nahariya. Saluran berita 12 melaporkan bahwa pasokan listrik di daerah tersebut terganggu akibat serangan drone yang diluncurkan oleh Hizbullah.
“Drone tersebut berhasil dicegat oleh Angkatan Udara, namun beberapa bagian dari drone jatuh dan mengenai sebuah gedung,” demikian laporan media tersebut.
Saat serangan berlangsung, Israel mengaktifkan sirene di Nahariya. Selain itu, wilayah Galilea Barat juga mengalami serangan serupa, dengan Al-Jazeera melaporkan setidaknya sepuluh roket ditembakkan dari Lebanon.
“Sirene juga terdengar di beberapa lokasi utara lainnya, termasuk Betzet, Rosh HaNikra, Lehman, Gesher HaZiv, dan sejumlah daerah lainnya,” tambah laporan itu.
Namun, rincian lokasi dan dampaknya belum dikonfirmasi, dan pihak Israel juga belum memberikan penjelasan.
“Serangan di Ras al-Nabaa menewaskan pejabat media Hizbullah, Mohammed Afif,” kata sumber tersebut yang meminta namanya tidak dipublikasikan, sebagaimana diwartakan oleh AFP.
Hal ini kemudian dikonfirmasi oleh sekretaris jenderal cabang Partai Baath, Ali Hijazi, yang memiliki afiliasi dengan Hizbullah. Ia mengonfirmasi bahwa Afif tewas akibat serangan roket yang menghantam gedung partai di Beirut.
Militer Israel memilih untuk tidak memberikan komentar. Afif adalah salah satu tokoh dekat Kepala Hizbullah, Hassan Nasrallah, yang telah menjabat cukup lama dan sebelumnya juga tewas dalam serangan Israel pada bulan September.
Selama bertahun-tahun, Afif bertanggung jawab atas hubungan media Hizbullah, sering memberikan informasi kepada jurnalis lokal dan internasional dengan identitas yang dirahasiakan.
Kantor berita NNA melaporkan bahwa serangan oleh “pesawat musuh” tersebut menyebabkan “kerusakan besar”. Dikatakan pula bahwa salah satu penghuni gedung lain menerima peringatan untuk evakuasi, namun tidak diindahkan.
“PBB telah mengulang laporan-laporan bias yang menunjukkan kecenderungan anti-Israel,” klaim kementerian luar negeri Israel pada malam Sabtu.
Kementerian tersebut juga menyebut laporan PBB sebagai klaim tidak berdasar. Israel lebih lanjut menuduh PBB telah digunakan oleh teroris.
“Laporan ini adalah contoh jelas transformasi PBB menjadi organisasi yang menjadi alat bagi teroris yang menyerang warga sipil di negara demokrasi,” katanya dalam pernyataan yang dibagikan oleh juru bicara Oren Marmorstein di X.
Sebelumnya, komite khusus PBB menyatakan dalam laporannya bahwa Israel secara sengaja menyebabkan kematian, kelaparan, dan cedera serius di Jalur Gaza. Laporan itu juga menegaskan bahwa Israel menggunakan kelaparan sebagai metode perang.
“Melalui pengepungan di Gaza, penghalangan bantuan kemanusiaan, serta serangan yang ditargetkan dan pembunuhan terhadap warga sipil dan pekerja bantuan, Israel dengan sengaja menyebabkan kematian, kelaparan, dan cedera serius,” bunyi laporan tersebut.
Namun, Israel menyatakan bahwa “tindakannya bertujuan untuk menghancurkan kemampuan teror Hamas”. Dukungan dari Amerika Serikat juga menolak tuduhan yang dilontarkan oleh komite PBB dan menyebutnya “tidak berdasar”.
Dalam kutipan yang diterbitkan oleh harian Italia, La Stampa, Paus menulis bahwa “menurut beberapa ahli, situasi di Gaza memiliki karakteristik genosida.”
“Hal ini perlu diteliti secara mendalam untuk menentukan apakah (situasi) sesuai dengan definisi teknis yang dirumuskan oleh para ahli hukum dan organisasi internasional,” tambahnya.
Paus asal Argentina tersebut sering menyesalkan banyaknya korban jiwa akibat operasi Israel di Gaza. Namun, seruannya untuk penyelidikan menandai pertama kalinya ia secara terbuka menggunakan istilah genosida dalam konteks konflik ini.
Badan pertahanan sipil Gaza melaporkan bahwa 34 orang tewas, termasuk anak-anak, dan banyak yang hilang akibat serangan udara Israel yang menghantam sebuah gedung berlantai lima di Beit Lahia.
“Mereka menggempur rumah-rumah dan menghancurkan Beit Lahia sepenuhnya,” kata seorang saksi, Omar Abdel Aaal, sebagaimana dilaporkan oleh AFP.
“Peluang untuk menyelamatkan lebih banyak korban semakin menipis karena penembakan dan serangan artileri yang terus berlangsung,” tambah juru bicara pertahanan sipil, Mahmud Bassal, kepada AFP.
Jumlah total korban tewas selama lebih dari 13 bulan konflik kini mencapai 43.846, dengan mayoritas korban adalah warga sipil, menurut data kementerian yang dianggap dapat diandalkan oleh PBB.
Menurut AFP, serangan kali ini menargetkan distrik pemukiman dan pusat perbelanjaan di Beirut. Kementerian kesehatan melaporkan dua orang tewas dan 22 lainnya terluka, menambah jumlah korban dari serangan sebelumnya yang mengakibatkan satu orang tewas dan sembilan lainnya terluka.
“Pesawat tempur Israel menyerang wilayah Mar Elias,” lapor NNA mengenai distrik padat penduduk yang juga menampung pengungsi akibat konflik.
Lina, 59 tahun, yang rumahnya berjarak kurang dari 500 meter dari lokasi serangan, mengungkapkan bahwa serangan tersebut mengenai jalan yang ia lalui “setiap hari untuk pergi bekerja.”
“Itu adalah wilayah pemukiman… Tidak ada tempat yang aman di negara ini,” katanya, dengan identitas yang hanya disebutkan dengan nama depannya.
NNA melaporkan bahwa serangan ini menargetkan pusat Jamaa Islamiya, mengacu pada kelompok Muslim Sunni yang memiliki afiliasi dengan Hamas dan Hizbullah. Namun, anggota parlemen Jamaa Islamiya, Imad Hout, menyatakan bahwa “tidak ada pusat atau lembaga yang terkait dengan kelompok tersebut di daerah yang diserang, dan tidak ada anggota kelompok yang menjadi target.”
Pada saat kejadian, Netanyahu tidak berada di rumah. Penyelidikan masih berlangsung, dan diketahui bahwa tiga orang telah ditangkap.
“Tiga tersangka ditangkap semalam karena keterlibatan mereka dalam insiden tersebut,” kata polisi dalam sebuah pernyataan, menambahkan bahwa para tersangka akan diinterogasi bersama dengan badan keamanan internal, Shin Bet, menurut laporan AFP.
Dugaan awal menunjukkan bahwa pelemparan bom suar tersebut dilakukan oleh warga Israel sendiri. Juru bicara parlemen Israel, Amir Ohana, menuduh bahwa protes antipemerintah mungkin berada di balik insiden tersebut.
“Tulisan-tulisan terkait terlihat di dinding, di jalan, dalam pesan-pesan provokatif, dan dalam demonstrasi,” katanya, merujuk pada protes antipemerintah yang telah dimulai sejak awal tahun 2023.
“Jika kecurigaan ini benar dan aktivis berada di balik pelemparan bom suar di kediaman perdana menteri, maka harus dinyatakan dengan jelas: ini bukan protes, ini adalah terorisme,” tambah Benny Gantz, mantan anggota kabinet perang Netanyahu dan tokoh oposisi Israel.
Milisi Irak kini terus melakukan serangan terhadap Israel dan berjanji akan memberikan banyak kejutan bagi Tel Aviv. Ini dapat berujung pada situasi yang mirip dengan Lebanon, di mana serangan Hizbullah menyebabkan konflik meluas.
Menurut analisis dari The Economist, Irak sebagai negara telah menunjukkan kemajuan dalam beberapa aspek, dengan pendapatan minyak yang mulai mendanai infrastruktur dan tingkat kekerasan yang berada pada titik terendah.
“Namun, upaya mereka terhambat oleh kurangnya kendali atas wilayah mereka sendiri,” tulis analisis tersebut.
“Israel mengklaim bahwa Iran sedang menyalurkan persediaan baru berupa rudal jarak jauh dan pesawat tanpa awak ke milisi di Irak. Iran merasa marah karena Amerika membiarkan Israel menggunakan wilayah udara Irak untuk melakukan serangan,” tambah analisis itu.
“Irak bisa menjadi negara berikutnya yang terjebak dalam perang regional dengan Israel,” tutup laporan tersebut. (Zilong)
No Comments